M. FADHIL HIDAYAT, 20 10 0002 (2024) Implementasi Justice Collaborator Dalam Peradilan Pidana Korupsi Di Indonesia. Diploma thesis, UNIVERSITAS IBA.
caver - abstrak.pdf - Published Version
Download (438kB)
M. Fadhil Hidayat (20 10 0002).pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only
Download (953kB)
Abstract
Justice Collaborator pada tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban. Pada Undang-Undang ini diatur kriteria dan perlindungan saksi dan korban yang bekerja sama. Justice Collaborator digunakan untuk mengungkap tingkat kejahatan extra ordinary crime. Maka pada beban pembuktiannya juga harus dengan cara yang luar biasa pula, saat ini aparat penegak hukum lebih mendahulukan pembuktian ketimbang membuktikan terjadinya perbuatan pelaku, alternatifnya digunakan teori pembuktian kesaksian Justice Collaborator.
Bagaimana implementasi Justice Collaborator dalam praktek peradilan pidana korupsi di Indonesia. Apa saja faktor-faktor penghambat implementasi Justice Collaborator dalam peradilan pidana korupsi di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian yuridis nomatif melalui studi kepustakaan dengan melalui beberapa tahap pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan Pendekatan kasus (case approach). Hasil yang didapatkan dari skripsi ini menunjukan Korupsi merupakan kejahatan terorganisasi yang membentuk komplotan koruptor yang solid. Sepanjang empat tahun terakhir KPK telah berhasil mengungkap sebanyak 8 kasus mega korupsi, dan
pada satu kasus menerapkan Justice Collaborator dengan vonis yang dijatuhkan 12 tahun penjara dengan rata-rata untuk terdakwa lainnya 6 tahun penjara. SEMA nomor 4 tahun 2011 dimaksudkan sebagai pedoman hakim dalam memutus saksi
pelaku bekerja sama ini, namun putusan terhadap Justice Collaborator yang dijatuhkan dalam empat tahun terakhir dibandingkan sepanjang 18 tahun penerapannya tinggi. Syarat Justice Collaborator yaitu saksi peradilan tindak pidana korupsi juga berposisi saksi pelaku yang bekerjasama dengan negara yang utamanya bukanlah pelaku utama dan bersedia mengembalikan kerugian negara. Pengenaan teori kesaksian Justice Collaborator apabila terhambat proses penyelidikan dan penyidikan berpotensi tidak adanya pembuktian tindak pidana korupsinya, apabila tidak terlaksana. Tahap penelitian Justice Collaborator ditemukan tidak adanya kepercayaan dari lembaga LPSK sehingga penerapannya masih sepi peminat. JC yang dimaksudkan untuk memerangani korupsi dan tindak pidana serius lainnya malah dihasilkan dari praktik yang korup dan tak sesuai ketentuan hierarkinya. Sosialisasi upaya hukum JC dilaksanakan sebagai sarana
agar memperoleh kemanfaatan dari kebijakan hukum yang ada, sehingga tataran nilai menjadi utuh dan menciptakan kepastian dan keadilan hukum. Disarankan agar diberikan perluasan peraturan pendukung dan tahap lanjutan agar Justice Collaborator memiliki tanggung jawab hukum sehingga aturan JC mendukung pengembalian aset (aset recovery) kembali ke kas negara.
Kata Kunci : Korupsi, Justice Collaborator, Peradilan Pidana Korupsi, Indonesia.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | Fakultas Hukum > Hukum Pidana |
Divisions: | Fakultas Hukum > Hukum Pidana |
Depositing User: | Unnamed user with email herlizatilalia44@gmail.com |
Date Deposited: | 26 Sep 2024 05:42 |
Last Modified: | 26 Sep 2024 05:42 |
URI: | https://repositori.iba.ac.id/id/eprint/130 |